LP2M UIN WALISONGO GELAR PELATIHAN PENULISAN BUKU AJAR RESPONSIF GENDER

Semarang Indonesia – Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LP2M), UIN Walisongo Semarang, menggelar pelatihan penulisan buku ajar responsif gender. Pelatihan yang merupakan salah satu program kegiatan Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) tersebut diselenggarakan selama dua hari, Selasa-Rabu, 6-7 Februari 2024 di Magelang.
Laporan panitia disampaikan oleh Kapus PSGA, Ibu Titik Rahmawati, M.Ag. dalam laporannya beliau menyampaikan bahwa pelatihan diikuti oleh 30 orang meliputi perwakilan dosen masing-masing fakultas dan beberapa tenaga kependidikan. Target pelatihan yaitu 20% peserta dapat menyusun buku ajar responsif gender yang dapat digunakan sebagai bahan mengajar mahasiswa UIN Walisongo Semarang.
Hadir memberikan sambutan sekaligus membuka acara adalah Ketua LP2M, UIN Walisongo Semarang, Prof. Dr. Akhmad Arif Junaidi, M.Ag. Dalam sambutannya beliau menyampaikan bahwa UIN Walisongo merupakan salah satu kampus yang responsif terhadap isu-isu gender dan anak. Hal tersebut harus diikuti oleh mahasiswa dalam hal pemahaman serta pengamalan konsep adil gender. Oleh karena itu, buku ajar yang disampaikan oleh dosen-dosen harus responsif gender.

Sesi materi pada pelatihan tersebut ada tiga yaitu menyusun indikator pembelajaran ke dalam buku ajar, implementasi gender dalam penyusunan buku ajar, dan integrasi gender dalam pembelajaran. Materi pertama dipandu oleh moderator Nasrul Fahmi Zaki Fuadi, M.Si. dengan narasumber Ibu Titik Rahmawati, M.Ag. Materi yang disampaikan meliputi sembilan indikator Perguruan Tinggi Responsif Gender (PTRG) yang terdiri atas adanya PSGA, profil gender, dan SK rektor tentang PUG di perguruan tinggi, standar mutu pendidikan responsif gender, standar mutu pengabdian masyarakat yang responsif gender, tata kelola perguruan tinggi yang responsif gender, peran serta sivitas akademika dalam perencanaan – evaluasi tindak lanjut Tri Dharma Perguruan Tinggi yang responsif gender, dan zero tolerance kekerasan terhadap perempuan dan laki-laki. Kampus responsif gender merupakan salah satu indikator dalam akreditasi. Untuk mewujudkannya diperlukan kegiatan dan dokumen responsif gender seperti pelatihan kapasitas gender, pelatihan RPS responsif gender, dan pelatihan penulisan buku ajar responsif gender. Dalam RPS perlu ada empat indikator yaitu akses dalam membentuk kesempatan yang sama baik laki-laki maupun perempuan, peluang partisipasi, kontrol, dan manfaat. Selain itu, juga disampaikan bahwa terdapat tiga pola dalam pengajaran responsif gender yaitu mata kuliah khusus gender (afirmatif), memasukkan perspektif responstif gender dalam semua mata kuliah yang diajarkan (integrasi), serta memasukkan perspektif responsif gender dengan menentukan mata kuliah yang relevan untuk disisipi materi dan responsif gender (insersi).

Materi kedua dipandu oleh moderator Ella Izzatin Nada, M.Pd. dengan narasumber Ibu Sri Wiyanti Eddyono, S.H., LL.M., Ph.D., dari Universitas Gadjah Mada (UGM). Materi yang disampaikan pada kesempatan tersebut adalah bahwa materi gender bisa berdiri sendiri sebagai makul tersendiri atau terintegrasi ke dalam berbagai mata kuliah. Gender memiliki cakupan yang luas termasuk membahas tentang lingkungan dan sains. Hal lain yang dibahas adalah berkenaan dengan isu-isu gender seperti pengguna teknologi perempuan dengan sasaran perempuan, struktur sosial, dan konstruksi gender. Gender merupakan sesuatu yang perannya bisa ditukarkan antara laki-laki dan perempuan. Gender bukan bersifat biologis tetapi diajarkan atau dibiasakan sejak kecil seolah-olah sebagai karakter. Sifatnya yang universal menjadikan simpulan bahwa bicara gender merupakan bicara tentang pengalaman.

Materi ketiga dipandu oleh moderator Abdul Malik, M.Si. dengan narasumber yang sama yaitu Ibu Sri Wiyanti Eddyono, S.H., LL.M., Ph.D. Materi yang disampaikan adalah pemetaan gender dalam berbagai bidang keilmuan termasuk isu gender dalam linguistik, bahasa yang digunakan dapat memengaruhi sikap seseorang tentang kesetaraan gender, bahkan hak hukum yang diberikan kepada perempuan. Dalam beberapa bahasa, penutur bahasa harus merujuk pada ciri-ciri gender (gender-based pronouns; kata-kata benda yang diasosiasikan). Selain itu, juga disinggung mengenai biologi feminis yang mencakup studi perilaku hewan. Materi dikemas dengan interaktif sehingga membangun diskusi yang atraktif antara narasumber dengan peserta. (LP2M)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *